Bergerak Bagai Air - Bagai Bumi Membentuk Menumbuhkan-
Hidup Bagai Cahaya Menerangi Alam Semesta

Rabu, 14 Januari 2009

aikidofitaliano.org

Karena semangat untuk Eksis begitu menggebu, kami pun meng Eksis kan diri lebih personal, dengan membuat nama domain kita sendiri :

aikidofitaliano.org

Sehingga, mulai Januari 2009, Blog kita di wordpress, resmi hijrah ke domain kita sendiri.
Dengan nama yang mudah diingat, — dan kalo lupa bisa nanya ke Google (asal ingat nama dojonya, hehe), anda semua bisa mengunjungi situs kami, dan berbagi informasi seputar dunia Aikido, dan seputar dunia Beladiri secara umum, sehingga informasi yang kita bagi nantinya bisa memberikan sumbangsih pada seni yang kita cintai ini.

Selamat berkunjung ke aikidofitaliano.org.

Salam.

Jumat, 05 Desember 2008

Jalan Jalan ke Puncak




Posted by Picasa

Senin, 24 November 2008

Aikido : The Art Of Fighting Without Fighting

Kemarin saya baca buku dengan judul diatas : Aikido, The Art of Fighting without fighting. Buku itu memberikan banyak solusi bagaimana menyelesaikan sebuah pertarungan tanpa bertarung, dengan jalan Aikido.

Hah? Ber Aikido tapi tidak ber tarung? Kok bisa?

Untuk memberikan gambaran akan hal ini, sang penulis, dalam kata pengantarnya memberikan sebuah ilustrasi cerita yang menarik. Cerita itu kalau kita adaptasi secara bebas, dengan latar kejadian di Jakarta, kira-kira seperti ini :

“.. Alkisah ada seorang murid Aikido, yang belajar dengan tekun selama bertahun-tahun dengan sensei nya. Sang Aikidoka ini kebetulan memang anak baik-baik, sehingga jarang terlibat dalam masalah. Maka suatu hari diapun menjadi resah. Kapan ilmu Aikido ini bisa aku terapkan di jalanan? Sudah bertahun-tahun aku belajar Aikido, tapi nggak pernah membuktikan kehebatan teknik Aikido. Akh, bagaimana ini? Begitulah kira-kira pikiran sang Aikidoka tadi. Semakin keras berlatih, semakin resahlah dia. Apalagi para seniornya menceritakan dengan penuh kebanggaan, bagaimana mereka bertarung di jalanan. Maka semakin bulatlah tekad dia untuk mencoba teknik Aikido di jalanan, sesegera mungkin.

Dan hari itupun tiba. Suatu malam, pulang kerja, dia naik Busway terakhir dari Blok M. Jalanan Jakarta sudah lengang, dan suasana Busway tampak sepi. Kemudian, di sebuah pemberhentian busway, masuklah seorang pria yang tampak mencurigakan. Dia mabuk. Sejak masuk sudah terdengar dia mengomel tidak karuan. Ngomong kasar, maki sana maki sini. Aroma minuman sudah tercium dari mulutnya. Begitu masuk, dia sudah mengajak ribut penumpang di dekat pintu masuk. Semua tampak ketakutan dengan si pemabuk. Apalagi badannya besar dan logatnya kasar. Suasana Busway makin mencekam. Disaat inilah sang Aikidoka tadi justru gembira bukan main, bertemu sebuah momen penting dalam hidupnya. Ah, ini dia. Saatnya praktek waza. Oh, sensei.. doakan saya. Demikian kata hatinya.

Sang pemabuk memaki semua orang dengan menyeramkan dari ujung ke ujung. Penumpang tidak ada yang berkutik. Sang Aikidoka jadi tidak sabar menunggu gilirannya. Dia duduk saja menanti sang pemabuk mendekatinya. Toh memang seperti itulah yang diajarkan di dojo bukan? Biarlah sang Uke menyerang lebih dulu, dan Nage pun beraksi. Semakin tidak sabar saja sang Aikidoka ini. Tak lama kemudian, sang pemabuk sampai di tempat dia. Mereka sudah saling tatap. Sang Aikidoka sudah siap dengan segala kemungkinan. Sudah sejak tadi dia menjaga kamae nya.

Tiba-tiba, seorang penumpang pria di depannya, menegur pemabuk itu dengan halus.
‘mas.. mas.. kenapa sih, dari tadi kok marah-marah mulu. Kayaknya lagi banyak masalah ya di kantor? Sante aja, mas. Duduk aja disini dulu, sebelah saya kosong, kok.. silakan.. disini nggak ada yang mau ribut kok sama mas.. ‘

Suasana hening.

Sang pemabuk kemudian duduk di samping pria itu. Dan dalam beberapa percakapan akrab selanjutnya, sang pemabuk sudah menitikkan air mata, menangis menceritakan semua masalahnya. Masalah di rumah, masalah di kantor, masalah kehidupan. Sang Aikidoka tertegun. Dia bingung, kagum, dan sekaligus tersadar : ‘Inilah Aikido yang sebenarnya.. ‘..”

Seringkali, kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Seringkali, komunikasi verbal, cukup. Apalagi ketika itu digunakan dalam kesadaran prinsip Aikido. Sebuah prinsip yang mendahulukan kasih sayang.

Salam.

Kamis, 20 November 2008

Tanya Jawab dengan Sensei Ferdi


Tanya Jawab dengan Sensei Ferdi

Dojo Pusat

16 November 2008


Tanya : Sensei, saat kita bertarung, dengan musuh lebih dari satu, apa yang harus kita lakukan? Apakah mengandalkan refleks, atau harus dipikirkan?
Jawab : Diperhitungkan. Karena pertarungan, itu bukan refleks. Tapi ada perhitungan. Kalau dengkul kita dipukul, oleh dokter, terus kita nendang, nah.. itu reflek. Atau bahu kita di colek dari belakang, trus kita reflek memukul, itu reflek. Tapi dalam pertarungan, saat kita menghadapi lawan, maka yang kita lakukan adalah perhitungan. Ketika musuh di depan mata, sebenarnya kita bisa menghitung, arah gerak dia, kapan dia sampai ke kita, dan reaksi kita. Dan semua perhitungan itu kita dapat dari latihan. Latihan akan memunculkan kepekaan beladiri. Memunculkan rasa. Itulah kenapa dalam bahasa kita, beladiri disebut dengan Silat. Silat itu artinya berstrategi. Jadi dalam berkelahi memang ada perhitungan, ada strategi yang dipikirkan.


Tanya : Trus, bagaimana kalau kita emosi, sensei. Kayaknya semua waza jadi lupa?
Jawab : Nah, emosi itulah yang harus kita kontrol. Bukan hanya dalam beladiri, ya. Dalam segala hal, emosi itu akan menghilangkan pengetahuan. Seperti tadi saya bilang. Bedanya orang berani dengan orang nekat. Nekat itu bodoh. Karena keberanian dia, muncul tanpa pengetahuan. Jadi, memang ada dua hal yang harus kita lawan : emosi, dan ketakutan.


Tanya : Bagaimana cara latihan, saat kondisi fisik kita tidak mendukung, sensei?
Jawab : Mm.. kalau saya, ya.. kalau saya.. pada saat saya latihan.. apa yang ada pada saya di saat itu.. itulah yang saya latih..

Sensei Ferdi Tentang Menghindari Serangan

Dojo Pusat
Minggu, 16 November 2008

“… kita harus memiliki kepekaan beladiri. Hanya orang bodoh saja yang mendatangi kepalan. Jadi harus ada usaha menghindar ya. Ukemi. Kalau seseorang itu sudah pernah berkelahi, sudah pernah merasakan kena pukul, dia pasti akan menghindari kepalan. Begitu lawan sudah mengeluarkan kepalan, pasti sudah terbayang rasa sakitnya oleh dia, sehingga dia akan menghidar.
Bedakan antara keberanian dan nekat. Nekat adalah berani tapi tanpa pengetahuan. Bodoh. Maaf saya harus gunakan kata yang kasar. Tapi saya harus bilang ini.
Jadi jangan mendatangi pukulan. Usahakan menghindar. Jangan asal masuk…. “


-- Sensei Ferdi

Sensei Herda tentang Randori

Dojo Pusat
9 November 2008


“ …Manfaatkan seminim mungkin ruangan. Jangan terlalu banyak bergerak. Jangan boros energi. Jangan menyerahkan tubuh untuk diserang. Kita tidak pernah tahu serangan apa yang akan muncul. Seringkali kita berharap serang ini yang muncul, tetapi justru serangan itu yang muncul. Kita jadi panik. Maka selalu, letakkan posisi tangan kita diatas, dalam posisi siap, untuk jenis serangan apapun…”

-- Sensei Herda

Rabu, 22 Oktober 2008

Logo Aikido Indonesia


Sebagai postingan pertama,
diatas adalah logo perguruan Aikido Indonesia, yang kita membungkuk penuh hormat kepadanya, disetiap akan memulai latihan. Sambil berdoa, dalam hati, bahwa penghormatan yang mendalam kepada pengajar, kepada institusi pemberi ilmu, akan memberikan manfaat ilmu yang mendalam, bagi dunia akhirat.